Pengertian Seks Bebas - Secara umum, segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual dengan lawan jenisnya, bentuk tingkah lakunya bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. disebut dengan perilaku seks. Sedangkan yang dimaksud dengan perilaku seksual bebas adalah semua bentuk perilaku seksual yang dilakukan dengan banyak pasangan.
Pada perilaku seks bebas, hubungan cenderung dilakukan dengan siapa saja yang disukai dan bersedia melakukannya. Pada perilaku seks bebas cenderung dapat menimbulkan beberapa akibat antara lain; penularan Penyakit Menular Seksual (PMS), khususnya HIV/AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan. Perilaku seks bebas adalah tergolong dalam jenis perilaku seks tidak sehat.
Manusia adalah makhluk seksual, jika diterjemahkan dalam bahas yang sederhana, sedangakan seksualitas adalah bagaimana orang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksualnya yang khusus.
Perilaku seks merupakan problem zaman, yang muncul berpangkal dari potensi dasar kemanusiaan yang tidak direalisasikan melalui jalur-jalur yang relevan baik dalam perspektif moralitas maupun humanistis. Perealisasian naluri seks yang salah pada akhirnnya akan menimbulkan problem kemanusiaan tersendiri yang perlu dicari solusinya. Merabaknya penyakit kelamin seperti sipilis, AIDS dan meningkatnya kasus homo seksual, lesbian serta maraknya kasus free seks (seks bebas), merupakan indikasi semakin banyaknya problem kemanusiaan yang terkait dengan naluri seks yang dapat mengancam peradaban manusia.
Seiring dengan perkembangannya ada pula sekelompok manusia yang menyebarluaskan kebebasan dalam seks. Ide kebebasan seks dicetuskan karena orang beranggapan bahwa masalah seks sepenuhnya adalah masalah yang berkaitan dengan privasi. Dan masyarakat tidak berhak mencampuri urusan tersebut, para penganjur seks bebas menolak prinsip kontrolsosial terhadap aktivitas seks, mereka menuntut adanya tingkah laku seksual murni individual yang kokoh berlandaskan pada doktrin kebebasan seks sepenuh-penuhnya. Namun tidak semua mengiyakan faham tersebut dan bahkan secara langsung ada yang menolak tentang faham tersebut, dalam sanggahannya seks bebas secara eksesif tidak ada bedanya dengan promiscuityatau "campur aduk seks tanpa aturan" atau dalam bahasa umum sering disebut dengan pelacuran.
Lebih memprihatinkan faham tersebut kini banyak merasuki kalangan muda yang sedang bergulat pada puncak idealisme, yaitu remaja yang telah berada pada masa adolescent atau yang telah duduk di bangku mahasiswa (usia 18-25). Masa remaja adalah masa rentan dengan permasalahan-permasalahan yang dapat mengarahkan remaja untuk melakukan seks bebas.Tidak kuatnya menahan hawa nafsu pada masa remaja akan membuat masa depan mereka maju dan terpuruk. Pendidikan seks yang terlalu terbuka akan menyebabkan lebih banyak remaja melakukan seks pranikah karena terlalu mengerti dengan dampak-dampaknya. Masalah seks bebas adalah masalah-masalah yang sangat kompleks, oleh karena itu kalau kita memberikan pendidikan yang tepat maka terlebih dulu kita harus menilik pada aspek budaya kita karena keterbatasankita untuk mencerna materi seks yang benar.
|
Sex Bebas |
Beberapa perbuatan yang dapat diklasifikasikan menjadi aspek-aspek dalam perilaku seks yang meliputi mencium pipi, mencium bibir, necking, petting, dan intercourse. Seperti halnya Pakar seks yang juga Spesialis Obsetridan Ginekologi, Nugraha, yang dikutip Gemari September 2001 mengungkapkan bahwa dari tahun-ketahun data remaja yang melakukan hubungan seks semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000. Kelompok remaja yang masuk dalam penelitian tersebut rata-rata berusia 17 - 21 tahun, dan umurnya masih sekolah di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Survey yang dilakukan oleh Pilar PKBI Jawa Tengah (2002, h.2) mengenai aktivitas mahasiswa dalam berpacaran antara lain berpegang tangan(93,3%) mencium pipi(84,6%), mencium bibir(60,9%), necking(3,61%), petting(25%), dan melakukan Intercourse(7,6%). Dan kemudian hasil penelitian dari PKBI tersebut dijadikan oleh penulis sebagai aspek untuk mengklasifikasikan bentuk-bentuk perilaku seksual yang ditulis sebagai tolok ukur penelitian terhadap mahasiswa yang bermukim di Kelurahan Plombokan Semarang.
Perilaku seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dorongan seksual, nilai-nilai sosio kultural dan moral, pengetahuan seksual, dan Fungsi seksual. Keempat faktor ini sangat erat berkaitan dalam mempengaruhi perilaku seksual seseorang.
Jikalau dorongan seksual normal maka perilaku seksual juga normal. Tetapi ekspresi dorongan seksual sangat diatur oleh nilai-nilai sosio cultural dan moral yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Disisi lain, nilai-nilai agama sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang berhubungan dangen seksualitas.
Banyak contoh bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan seksualitas pada akhirnya mempengaruhi perilaku seksual manusia.
Fungsi seksual juga sangat mempengaruhi perilaku seksual. Seseorang dengan fungsi seksual yang normal, maka perilaku seksualnya berbeda dengan mereka yang mengalami disfungsi seksual (gangguan fungsi) seksual.
Berdasarkan penelitian oleh Sarlito Wirawan Sarwono yang dilakukan terhadap 471 remaja Jakarta, dorongan seksual remaja putra lebih besar dibandingkan remaja putri, dengan rasa keingingtahuan remaja putra yang lebih tinggi dibandingkan remaja putri tentang seksualita, remaja putra cenderung lebih terbuka dan fullgardalam berbagai masalah tentang seksualita, sedangkan remaja putri masih banyak ataupun lebih berhati-hati dalam masalah seksualitas.
Merebaknya isu-isu moral sekarang ini terkadang bukan lagi menjadi masalah ringan karena masalah-masalah seperti ini akan semakin bertambah pelik dalam tiap tahunnya, terlebih pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja terutama para pelajar dan mahasiswa. Seperti halnya seks bebas, pengaruh kultur dan moralitas sampai detik ini masih menjadi satu masalah yang teknis dan bukan sebagai refleksi sebagaimana layaknya moral diaplikasikan dalam diri seseorang melalui pendidikan.
Pengetahuan seksual yang didapat dari remaja lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan serta pesatnya laju perkembangan eknologi informasi sekarang ini. Dari penelitian yang dulakukan oleh Sarwono, menemukan bahwasannya mayoritas responden mendapatkan informasi tentang seksualita melalui teman yang juga menjadi sember penerangan utama. Hal ini berbanding terbalik dengan hal yang semestinya, yang menyatakan bahwa sesungguhnya pengetahuan seksualita harus lebih banyak diperoleh dari orang tua dan bukan dariorang lain diluar lingkungan keluarga.
Menurut penelitian Sarwono pula ditemukan bahwasannya pengetahuan remaja tentang fungsi seksual itu sendiri sangat sempit, kebanyakan dari responden mengatakan bahwa seksual adalah pemenuhan kebutuhan biologis semata yang dilakukan didalamnya hanya seperti senggama, pacaran, dan perpaduan alat kelamin. Terlebih dari itu responden tidak memahami aturan-aturan yang berlaku sebelum melakukan hal-hal yang berkaitan dengan seksualita.