Pengertian Kerukunan Umat Beragama - Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Mentri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat dinyatakan bahwa: Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mencermati
pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling bekerjasama.
Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan merupakan agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati-hati menginngat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih cenderung pada “klaim kebenaran” dari pada “mencari kebenaran”. Meskipun sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan ditingkat lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran
agama, pembangunan rumah ibadah, bantuan luar negeri, perayaan hari-hari besar keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama, dan sebagainya.
|
Kerukunan Umat Beragama |
Sedikitnya ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu dikembangkan, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.
Pertama, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif-motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat.
Kedua, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang harmonis, yakni hubungan yang serasi, “senada dan seirama,” tenggang rasa, saling menghormati, saling mengasihi dan menyayangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa sepenanggungan.
Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan bergairah dalam mengembangkan nilai kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama.
Keempat, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus dioreintasikan pada penngembangan suasana kreatif. Suasana yang dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif, diantaranya suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam berbagai sector kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakna.
Kelima, kualitas
kerukunan hidup umat bergama harus diarahkan pula pada pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan di tekankan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai social praktis dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerjasama social ekonomi yang mensejahterakan umat.